Kolaborasi KKP dan FAO dalam Digitalisasi Pengendalian Penyakit Ikan: Langkah Strategis untuk Aquaculture Berkelanjutan

on

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) telah meluncurkan inisiatif digitalisasi sistem pengendalian penyakit ikan melalui proyek APIK (Application Programming Interface for Fisheries). Kolaborasi ini menjadi tonggak penting dalam transformasi akuakultur Indonesia menuju sistem yang lebih efisien, transparan, dan berkelanjutan.

Artikel ini akan mengulas perluasan dan dampak potensial dari digitalisasi pengendalian penyakit ikan, serta tantangan dan peluang dalam implementasinya di lapangan.


Latar Belakang: Pentingnya Digitalisasi dalam Akuakultur

Industri perikanan budidaya Indonesia menghadapi tantangan serius dalam pengendalian penyakit ikan, yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp 3 triliun per tahun (KKP, 2023). Penyakit seperti Koi Herpesvirus (KHV)Early Mortality Syndrome (EMS), dan Streptococcosis kerap mengancam produktivitas sektor ini.

Sistem manual yang selama ini digunakan dinilai kurang responsif dalam pelacakan dan mitigasi wabah. Digitalisasi melalui APIK diharapkan dapat:

  1. Mempercepat pelaporan dan analisis data penyakit ikan secara real-time.
  2. Meningkatkan akurasi diagnosis melalui integrasi dengan laboratorium terdaftar.
  3. Mempermudah koordinasi antara pembudidaya, dinas perikanan, dan pusat penelitian.

Ekspansi Proyek Aplikasi: Dari Konsep ke Implementasi

Proyek APIK tidak hanya berhenti pada pengembangan platform, tetapi juga mencakup:

1. Pelatihan dan Kapasitas SDM

  • Pelatihan bagi petugas lapangan, pembudidaya, dan laboran dalam penggunaan aplikasi.
  • Sosialisasi standar protokol kesehatan ikan berbasis Kode Kesehatan Hewan Akuatik (OIE).

2. Integrasi dengan Sistem Nasional

  • Aplikasi ini akan terhubung dengan Sistem Karantina Ikan Nasional (SIKAN) dan Sistem Informasi Kesehatan Ikan Nasional (SIKIN) untuk memperkuat pengawasan lintas wilayah.

3. Penguatan Jejaring Internasional

  • FAO mendorong pertukaran data dengan negara lain untuk memantau penyakit lintas batas (misalnya: White Spot Syndrome Virus/WSSV).

Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Digitalisasi pengendalian penyakit ikan dapat memberikan manfaat jangka panjang, antara lain:

  • Penurunan mortalitas ikan budidaya hingga 20-30%, meningkatkan pendapatan pembudidaya.
  • Pengurangan penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol, mendukung prinsip akuakultur berkelanjutan.
  • Peningkatan ekspor dengan memenuhi standar kesehatan internasional (contoh: UE, AS, Jepang).

Tantangan dan Solusi

Meski menjanjikan, implementasi proyek ini menghadapi beberapa kendala:

1. Keterbatasan Infrastruktur Digital di Daerah Terpencil

  • Solusi: Optimalisasi jaringan Satelit SATRIA KKP untuk menjangkau wilayah terisolir.

2. Resistensi Pembudidaya terhadap Teknologi Baru

  • Solusi: Pendekatan pendampingan berbasis kelompok (contoh: Pokdakan) dan insentif bagi early adopters.

3. Keamanan Siber dan Perlindungan Data

  • Solusi: Kolaborasi dengan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) untuk enkripsi data sensitif.

Masa Depan: AI dan Big Data dalam Pengendalian Penyakit Ikan

KKP dan FAO berencana mengembangkan kecerdasan buatan (AI) untuk:

  • Prediksi wabah berdasarkan data historis dan kondisi lingkungan.
  • Automasi rekomendasi treatment melalui analisis gejala klinis.

Inovasi ini akan menempatkan Indonesia sebagai pionir akuakultur digital di Asia Tenggara.


Kesimpulan

Kolaborasi KKP-FAO dalam proyek APIK merupakan lompatan besar bagi industri perikanan budidaya Indonesia. Dengan dukungan semua pemangku kepentingan, digitalisasi pengendalian penyakit ikan tidak hanya akan meningkatkan produktivitas, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional.

“Era akuakultur 4.0 telah dimulai—kini saatnya Indonesia memimpin dengan data, teknologi, dan kolaborasi.”


Referensi:

  • KKP. (2023). Kolaborasi APIK KKP-FAO Hasilkan Digitalisasi Pengendalian Penyakit IkanLink Artikel
  • FAO. (2023). Digital Tools for Sustainable Aquaculture.
  • OIE. (2022). Aquatic Animal Health Standards.

kunjungi juga ; www.dejeefish.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *